TIMES SUMENEP, SUMENEP – Ikatan Mahasiswa Raas (IMR) menyoroti dugaan persoalan dalam penyaluran tunjangan kehormatan bagi guru ngaji di Desa Kropoh, Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep. IMR menilai penyelewengan oknum Desa itu merusak kebijakan yang pada dasarnya baik.
Ketua IMR, Thaifur Rasyid, menegaskan bahwa program tunjangan guru ngaji oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep merupakan kebijakan yang patut diapresiasi. Namun, menurutnya, kebijakan yang baik dapat kehilangan makna jika disalahgunakan.
“Sejak awal kami ingin menegaskan bahwa bantuan tunjangan guru ngaji dari Bupati Sumenep adalah kebijakan yang baik. Tidak ada yang salah dari niatnya. Persoalan justru muncul di pelaksanaannya di tingkat bawah,” kata Thaifur, Jumat (15/12/2025).

IMR mencermati adanya dugaan ketidakwajaran dalam proses pencairan tunjangan guru ngaji di Desa Kropoh. Salah satu indikasi yang disorot adalah soal penguasaan buku tabungan penerima bantuan.
Menurut Thaifur, tunjangan tersebut merupakan hak penuh guru ngaji, sehingga seluruh dokumen perbankan semestinya dipegang langsung oleh penerima.
“Bantuan ini adalah hak guru ngaji, bukan titipan kepada siapa pun. Sudah seharusnya guru ngaji memegang sendiri buku tabungannya dan mengetahui secara jelas kapan serta berapa hak yang diterima,” ujarnya.
Ia menilai, apabila penerima bantuan harus bertanya atau mengalami kesulitan untuk mengetahui dan mencairkan haknya sendiri, kondisi tersebut menunjukkan adanya persoalan serius dalam tata kelola penyaluran.
“Kalau sampai penerima harus bertanya tentang uangnya sendiri, berarti ada yang tidak beres,” tegas Thaifur.
IMR menekankan bahwa sikap kritis yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk menuduh pihak tertentu, melainkan sebagai bentuk tanggung jawab moral mahasiswa dalam mengawal kebijakan publik agar tetap berjalan sesuai prinsip keadilan dan transparansi.
“Kami tidak datang untuk menuduh atau mencari-cari kesalahan. Tapi sebagai mahasiswa, kami punya kewajiban untuk mengingatkan,” katanya.
Menurut Thaifur, pemerintah desa memiliki posisi strategis sebagai pelayan masyarakat. Oleh karena itu, setiap bentuk pelayanan publik harus dijalankan secara terbuka dan tidak menimbulkan keraguan di tengah warga, terlebih kepada guru ngaji yang selama ini mengabdi di tengah masyarakat.
“Kalau pelayanan justru menimbulkan kebingungan dan keresahan, maka harus ada penjelasan yang terbuka dan perbaikan yang nyata,” ucapnya.
IMR juga mengingatkan agar persoalan tersebut tidak dianggap sepele. Ia menilai, polemik penyaluran tunjangan guru ngaji menyangkut kepercayaan publik terhadap pemerintah di tingkat paling bawah.
“Ini soal kepercayaan. Kebijakan yang baik bisa rusak kalau dijalankan dengan cara yang tidak transparan. Kalau kepercayaan masyarakat hilang, yang dirugikan bukan hanya guru ngaji, tapi pemerintah itu sendiri,” kata Thaifur.
IMR menyampaikan harapan agar persoalan penyaluran tunjangan guru ngaji di Desa Kropoh dapat diselesaikan secara terbuka dan berkeadilan. Selain itu, IMR mendorong adanya perbaikan sistem agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.
“Harapan kami sederhana: hak guru ngaji dikembalikan sepenuhnya, persoalan diselesaikan secara terbuka, dan sistem penyaluran diperbaiki. Desa harus hadir secara adil dan jelas, terutama kepada mereka yang selama ini mengabdi dengan ikhlas,” pungkasnya.
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |