https://sumenep.times.co.id/
Opini

Raas-Kangean Kaya Migas, Warganya Tak Sejahtera

Rabu, 12 November 2025 - 18:39
Raas-Kangean Kaya Migas, Warganya Tak Sejahtera Masudy Hamzah, Ketua Ikatan Mahasiswa Raas.

TIMES SUMENEP, SUMENEP – Di tengah gemuruh narasi pembangunan dan kesejahteraan, Pulau Raas sebuah gugusan kecil di timur Sumenep diam dalam realitas yang kontras. Di Desa Kangan, misalnya, aktivitas eksploitasi minyak telah berlangsung bertahun-tahun. 

Perusahaan datang dengan alat berat, kapal pengangkut, dan jargon industrialisasi energi. Namun di sisi lain, masyarakat tetap hidup dalam lingkar kemiskinan, infrastruktur dasar tertinggal, dan akses ekonomi stagnan. Ironi ini menjadi cermin kebijakan publik yang timpang: sumber daya alam dikeruk habis, tapi kesejahteraan sosial tak pernah benar-benar hadir.

Masyarakat Kangan menyaksikan setiap hari kilang dan aktivitas logistik minyak yang keluar masuk laut mereka. Tetapi tak sedikit pun dampak signifikan mengalir ke dapur rumah tangga mereka. Jalan desa rusak, nelayan kesulitan berlayar karena wilayah tangkap terganggu, bahkan air bersih masih menjadi barang mewah di musim kemarau. 

Mereka menyaksikan hasil bumi daerahnya diangkut jauh ke pusat industri tanpa jejak balik dalam bentuk layanan publik yang layak. Pertanyaan besar muncul: untuk siapa minyak itu sebenarnya dieksploitasi?

Dalam teori kebijakan publik, pembangunan seharusnya berorientasi pada redistributive justice keadilan distribusi yang menempatkan masyarakat lokal sebagai penerima manfaat utama dari kekayaan sumber daya. 

Namun yang terjadi di Kangan menunjukkan bahwa kebijakan sumber daya alam di Indonesia masih berpusat pada logika ekonomi ekstraktif. Pemerintah sering kali menilai keberhasilan eksploitasi dari angka produksi nasional, bukan dari peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar.

Situasi ini mencerminkan lemahnya regulasi dan pengawasan pemerintah daerah terhadap perusahaan migas yang beroperasi di wilayah kepulauan. Tak jarang, kontrak eksplorasi hanya menjadi urusan administratif antara korporasi dan pemerintah pusat, tanpa melibatkan masyarakat terdampak. 

Akibatnya, tak ada skema tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang benar-benar efektif. Bahkan jika ada, bentuknya hanya bersifat seremonial: bantuan fasilitas publik yang tidak berkelanjutan atau kegiatan simbolis yang tak menyentuh akar kemiskinan.

Padahal, jika ditinjau dari perspektif ekonomi politik, eksploitasi minyak di daerah seperti Kangan seharusnya menjadi pintu bagi local empowerment penguatan kapasitas masyarakat melalui pelatihan, infrastruktur ekonomi, dan dukungan sosial. 

Namun yang terjadi justru sebaliknya: ekonomi lokal melemah karena ruang laut dan darat dikuasai industri ekstraktif. Nelayan kehilangan ruang hidup, petani sulit memasarkan hasil bumi, dan generasi muda terpaksa merantau ke kota tanpa arah.

Kangan adalah potret kecil dari wajah besar ketimpangan struktural di Indonesia. Daerah penghasil sumber daya alam justru menjadi wilayah termiskin. Ini bukan hanya soal kesalahan teknis dalam kebijakan, tapi persoalan paradigma. 

Pemerintah masih terjebak pada pandangan bahwa pembangunan bisa diukur lewat pertumbuhan ekonomi makro, sementara dimensi kesejahteraan sosial diabaikan. Akibatnya, pulau-pulau kecil seperti Raas tetap menjadi penonton dalam panggung besar eksploitasi nasional.

Sudah saatnya negara menata ulang arah kebijakan pengelolaan sumber daya alam dengan menempatkan kesejahteraan masyarakat lokal sebagai indikator utama. Model pembangunan berbasis ekstraksi harus bergeser menjadi community-based development, di mana masyarakat dilibatkan sejak tahap perencanaan hingga evaluasi. 

Pemerintah daerah juga perlu diberi kewenangan lebih luas untuk mengawasi dan menegosiasikan kewajiban sosial perusahaan. Tanpa itu, tambang minyak hanya akan menjadi simbol kesenjangan antara pusat dan pinggiran.

Pemerintah Kabupaten Sumenep sebenarnya memiliki peluang besar untuk mengintervensi situasi ini melalui kebijakan daerah yang lebih progresif. Regulasi turunan seperti Perda CSR atau skema Dana Bagi Hasil (DBH) migas yang transparan dapat menjadi instrumen keadilan ekonomi lokal. Namun semua itu membutuhkan keberanian politik untuk berpihak pada masyarakat, bukan pada kepentingan korporasi.

Lebih jauh lagi, masyarakat Kangan membutuhkan ruang advokasi agar suara mereka tidak hilang dalam gemuruh mesin industri. Akademisi, aktivis, dan media lokal punya peran penting untuk memperjuangkan transparansi data dan akuntabilitas kebijakan. Tanpa kontrol publik yang kuat, kekuasaan ekonomi di sektor energi akan terus berputar di lingkaran elite dan birokrasi yang tertutup.

Eksploitasi tanpa keadilan adalah bentuk penjajahan baru. Jika minyak di Kangan terus mengalir tanpa jejak kesejahteraan, maka yang tersisa hanya luka ekologis dan kemiskinan struktural. 

Dalam konteks inilah, kritik terhadap kebijakan publik bukan sekadar wacana akademik, tetapi panggilan moral agar negara benar-benar hadir bagi rakyatnya bukan sekadar menjadi perantara kepentingan modal.

Pulau Raas tidak menuntut kemewahan, mereka hanya ingin keadilan: akses pendidikan yang layak, dan ekonomi yang berputar di tangan mereka sendiri. 

Bila kekayaan alam yang dikeruk dari tanah dan laut mereka tidak membawa perubahan apa pun, maka pembangunan itu gagal pada hakikatnya. Sebab, kemakmuran yang tidak dirasakan rakyat kecil hanyalah ilusi di atas penderitaan nyata. (*)

***

*) Oleh : Masudy Hamzah, Ketua Ikatan Mahasiswa Raas.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Sumenep just now

Welcome to TIMES Sumenep

TIMES Sumenep is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.